Paris (Pinmas) —- Kementerian Agama melalui Ditjen
Pendidikan Islam telah mencanangkan Program 5000 Doktor dalam lima tahun
ke depan, baik di perguruan tinggi nasional maupun internasional.
Program ini bahkan diluncurkan langsung oleh Presiden Jokowi 19
Desember 2014 di Istana Negara.
Sebagai persiapan, Dirjen
Pendidikan Islam Kamaruddin Amin melakukan kunjungan ke Eropa untuk
menjajaki kerjasama dengan sejumlah perguruan tinggi di sana. Ikut
mendampingi Kamaruddin, Direktur Pendidikan Tinggi Islam Amsal Bakhtiar,
Kasubdit Kelembagaan Direktorat Diktis Mastuki HS., dan Kasi Penjaminan
Mutu Mizan Sya’roni.
Selaku leading sector kunjungan ke
Eropa ini, Mastuki mengatakan bahwa selama di Eropa, rombongan Ditjen
Pendis ini akan berkunjung ke Perancis, Jerman, dan Belanda. Sejumlah
agenda pertemuan dan MoU telah disiapkan. Pada hari pertama tanggal 16
Pebruari Dirjen akan berkunjung ke Toulose, kemudian tanggal 17 Pebruari
akan berada Paris untuk presentasi dan penjajakan kerjasama sejumlah
universitas.
“Di Jerman, Dirjen akan menandatangani MoU dengan SES
(Senior Expert Service), sebuah lembaga yang menjadi meltingpot bagi
para ahli di berbagai bidang, berpusat di Bonn,” kata Mastuki, Selasa
(17/02). Selain itu rombongan juga akan berkunjung ke Gottingen
University untuk mempresentasikan program 5000 Doktor. Sementara di
Belanda, lanjut Mastuki, sejumlah pertemuan akan dilakukan di Leiden
University, Nijmigen University, dan VUUniversity Amsterdam.
Ditambahkan Mastuki, kunjungan pertama ke Perancis ini dalam rangka menjajaki kerjasama dengan Institut Francais Indonesie (IFI)
dan Toulouse University for Asean Countries. Kedua pimpinan lembaga
ini telah melakukan kunjungan ke Indonesia pada beberapa waktu lalu.
Selain
itu, delegasi Kemenag yang dipimpin langsung Dirjen Pendidikan Islam
ini juga akan mendatangi beberapa universitas di Toulouse dan Paris.
“Selain menjelaskan rencana pengiriman dosen dan tenaga kependidikan
dari Perguruan Tinggi Keagamaan Islam ke Perancis dalam kerangka Program
5000 Doktor, Dirjen akan memaparkan kondisi pendidikan Islam secara
luas dalam konteks pendidikan nasional di Indonesia. Penjelasan ini
penting disampaikan untuk menghindari kesan salah bahwa pendidikan Islam
hanya mengajarkan Islam secara sempit,” jelasnya.
Babak Baru
Kunjungan
ke Perancis menandai babak baru kerjasama Kementerian Agama. Selama ini
pengiriman dosen perguruan tinggi Islam cenderung memilih
wilayah-wilayah yang telah akrab dengan kajian Islam seperti Jerman,
Belanda, Kanada dan tentu Timur Tengah. Namun, dengan perkembangan
kelembagaan perguruan tinggi Islam, khususnya setelah lahirnya
Universitas Islam Negeri (UIN) yang kini
mencapai 11 lembaga (Yogyakarta, Jakarta, Malang, Bandung, Makassar,
Pekanbaru, Surabaya, Aceh, menyusul tahun 2014 Semarang, Medan, dan
Palembang), kebutuhan akan pengembangan ilmu non-keislaman semakin
kuat.
Dalam kerangka itulah, penjajakan kerjasama dengan beberapa
universitas di Perancis membuka peluang bagi dosen dan tenaga
kependidikan di PTKI meneguk air tradisi
akademik dan sekaligus menyerap kebudayaan Perancis yang sangat maju
itu. Memang dibandingkan dengan tetangganya Jerman dan Belanda, Perancis
relatif minim dalam kajian Islam. Satu di antaranya terdapat di
Sorbonne University dan lembaga yang membuka dialog dengan Islam seperti
CASE dan EHES.
Tujuan studi ke Perancis memang tidak untuk kajian Islam (islamic
studies), tetapi lebih pada penguatan ilmu-ilmu umum seperti sains,
teknik, dan ekonomi yang ada di fakultas baru UIN.
Kendala Bahasa
Mastuki mengaku bahwa halangan lain studi di Perancis bagi sebagian besar dosen PTKI
adalah bahasa. Karena sebagian besar universitas di Perancis mewajibkan
kemampuan bahasa Perancis bagi kandidat sebelum apply studi di sana.
Kebijakan ini sedikit mengurangi minat para calon dari PTKI
yang sebagian besar berada pada kajian ilmu-ilmu sosial, padahal
mengambil ilmu-ilmu sosial di universitas Perancis mengharuskan mampu
bahasa Perancis pada level yang tinggi, yakni Delf-B2.
Menyadari
hal tersebut, Direktorat Diktis Kementerian Agama mulai tahun 2014
menyelenggarakan kursus intensif untuk dosen dan tenaga kependidikan PTKI
selama 5,5 bulan bekerjasama dengan Kedutaan Perancis di Jakarta. Saat
dikonfirmasi tentang hal ini, Direktur Diktis Amsal Bakhtiar
menyatakan, “Sebanyak 24 peserta saat ini sedang menunggu ujian DELF
kedua bulan Maret 2015, dan 13 orang telah memperoleh sertifikat B2,
dan siap diberangkatkan ke Perancis setelah memenuhi syarat seperti LoA
(Letter of Acceptance) dari universitas yang dituju, dan bagi Ph.D
student telah mendapat Profesor pembimbing sesuai bidang
masing-masing.”
Selain Perancis, Dirjen Pendis juga akan
berkunjung ke Jerman dan Belanda untuk memperluas kerjasama yang selama
ini sudah terjalin lama dengan universitas-universitas ternama seperti
Leipzig, Leiden, Bonn, Amsterdam, Gottingen dan lain-lain. Beberapa
universitas ini memiliki kajian Islam yang sangat baik dan bereputasi
internasional. Fokus kunjungan ke universitas ini adalah untuk ‘memberi
jalan lapang’ bagi kandidat doktor PTKI yang akan dipersiapkan secara maksimal sebelum mereka berangkat studi.
Tahun
2015 ini Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) membuka berbagai
kursus bahasa intensif dan super-intensif untuk menjaring kandidat
potensial dari berbagai daerah. Karena kajian Islam mengharuskan
kemampuan bahasa Arab yang baik, kandidat yang akan mengambil Islamic
Studies di universitas seperti Leiden atau Bonn, selain bisa bahasa
Inggris juga kemampuan bahasa Arab.
Seperti dinyatakan Dirjen
Pendis, Kamaruddin di sela-sela pertemuan dengan lembaga mitra,
“Kementerian Agama harus seimbang dalam pengiriman doktor ke luar
negeri. Selain ke Barat dan Eropa, dosen PTKI
akan kami kirim ke Timur Tengah untuk mengambil studi-studi Islam yang
relevan. Begitu juga ke Barat, selain islamic studies dosen PTKI juga berkesempatan mengambil studi bidang sains, teknologi, soc
Tidak ada komentar:
Posting Komentar