DI BANTEN, SALAH DIKIT GOLOK
Emakku guru di SKKPN Serang pada 1970-90an. Lalu jadi Kepala Sekolah
dan pensiun dini. Selasa sore, 10 Feb 2015, bercerita kepada istriku,
Tias Tatanka, tentang suka dukanya jadi guru di Serang, Banten.
Cerita Emak, "Suatu hari ada lurah datang bawa golok. Dia marah, karena
anaknya tidak naik kelas. Kata lurah itu, saya ini pejabat. Banyak tamu
penting datang ke rumah. Bagaimana nanti kalau ada bupati datang ke
rumah dan dia tahu anak saya tidak naik kelas?"
Emak tersenyum. Di Banten dikenal para lelakinya sebagai jagoan atau itilahnya "jawara". Lalu sudah umum istilah "sadigo" alias "salah dikit golok" di masyarakat. Pokoknya, jangan cari masalah dengan jawara. Dan itu dideklarasikan secara luas, seolah jadi teror bagi masyarakat.
Emak bercerita bagaimana caranya mengatasi lurah yang sedang marah itu. Emak mempersilahkan lurah itu duduk, dusuguhi minum. Kata Emak kepada lurah itu, "Lebih malu mana, kalau bupati itu meminta putri Bapak memasak, lalu masakan anak Bapak tidak enak? isalnya sayur asem rasanya kok manis? Ayo, malu mana?"
Alhamdulillah, kata Emak, lurah itu paham dan meminta tahun depan anaknya dibimbing agar pintar dan jadi perempuan yang pandai memasak. "Insya Allah, kami akan membimbing putri Bapak. Tapi Bapak juga harus membimbing anak Bapak di rumah. Pendidikan anak itu jangan dibebankan semuanya kepada guru. Orngtua juga harus berperan di rumah," begitu kata Emak.
Setelah itu, kata Emak lagi, setiap musim duren, lurah itu selalu mengirim duren. Saya sudah sering mendengar cerita seperti ini dari Emak. Apalagi versi Bapak, yang juga kepala sekolah SGO PGRI di Serang, lebih sering dan lebih konfrontatif. Saya rasa, hampir semua teman-teman saya yang orangtuanya guru di Banten mengalaminya: SADIGO - salah dikit golok. Saya pernah menyaksikan, teman saya sesama pelajar di SMAN 1 Serang, mengamuk bawa golok di dalm kelas karena tidak naik. Untung ada seorang guru yang memiliki ilmu bela diri. Akhirnya murid itu bisa ditaklukkan tanpa pertumpahan darah.
Bahkan saya pun mengalaminya. Beberapa teman saya juga, trutama orang-orang yang kritis dan vocal terhadap kinerja pejabat di Banten yang cenderung korup. Bahkan di era Banten jadi provinsi dan modern ini juga, ketika ekonomi dan politik bersinggungan, semakin merajalela. Awas, kamu! Sadigo - salah dikit golok.
Sekarang di usianya yang ke 80, Emak mengenangnya sebagai sesuatu yang indah. Di Banten, jadi perempuan pemimpin di era 70-an, sangat tidak populer, kecuali jika di depan namanya ada gelar "Ratu".(GolAGong)
Emak tersenyum. Di Banten dikenal para lelakinya sebagai jagoan atau itilahnya "jawara". Lalu sudah umum istilah "sadigo" alias "salah dikit golok" di masyarakat. Pokoknya, jangan cari masalah dengan jawara. Dan itu dideklarasikan secara luas, seolah jadi teror bagi masyarakat.
Emak bercerita bagaimana caranya mengatasi lurah yang sedang marah itu. Emak mempersilahkan lurah itu duduk, dusuguhi minum. Kata Emak kepada lurah itu, "Lebih malu mana, kalau bupati itu meminta putri Bapak memasak, lalu masakan anak Bapak tidak enak? isalnya sayur asem rasanya kok manis? Ayo, malu mana?"
Alhamdulillah, kata Emak, lurah itu paham dan meminta tahun depan anaknya dibimbing agar pintar dan jadi perempuan yang pandai memasak. "Insya Allah, kami akan membimbing putri Bapak. Tapi Bapak juga harus membimbing anak Bapak di rumah. Pendidikan anak itu jangan dibebankan semuanya kepada guru. Orngtua juga harus berperan di rumah," begitu kata Emak.
Setelah itu, kata Emak lagi, setiap musim duren, lurah itu selalu mengirim duren. Saya sudah sering mendengar cerita seperti ini dari Emak. Apalagi versi Bapak, yang juga kepala sekolah SGO PGRI di Serang, lebih sering dan lebih konfrontatif. Saya rasa, hampir semua teman-teman saya yang orangtuanya guru di Banten mengalaminya: SADIGO - salah dikit golok. Saya pernah menyaksikan, teman saya sesama pelajar di SMAN 1 Serang, mengamuk bawa golok di dalm kelas karena tidak naik. Untung ada seorang guru yang memiliki ilmu bela diri. Akhirnya murid itu bisa ditaklukkan tanpa pertumpahan darah.
Bahkan saya pun mengalaminya. Beberapa teman saya juga, trutama orang-orang yang kritis dan vocal terhadap kinerja pejabat di Banten yang cenderung korup. Bahkan di era Banten jadi provinsi dan modern ini juga, ketika ekonomi dan politik bersinggungan, semakin merajalela. Awas, kamu! Sadigo - salah dikit golok.
Sekarang di usianya yang ke 80, Emak mengenangnya sebagai sesuatu yang indah. Di Banten, jadi perempuan pemimpin di era 70-an, sangat tidak populer, kecuali jika di depan namanya ada gelar "Ratu".(GolAGong)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar