Iklan

Jumat, 05 Desember 2014

Membangun kehidupan dalam berumah tangga adalah sesuatu yang sangat membahagiakan. Betapa tidak, sebelum menikah segala persoalan hidup mesti ditanggung sendiri, sedangkan ketika sudah berumah tangga segala persoalan itu dapat diselesaikan secara bersama. Sungguh, seberat apa pun persoalan, bila ditanggung bersama, akan terasa lebih ringan dan mudah untuk diselesaikan.

Betapa indahnya kehidupan setelah menikah itu. Pada saat shalat lail misalnya, biasanya harus sendirian menahan dinginnya malam, selanjutnya dapat dilaksanakan bersama istri tercinta dengan kemesraan yang hangat. Dan, seusai shalat lail bersama, suami istri dapat berdzikir bersama, lalu sama-sama berdoa memohon anugerah terindah kepada Allah Yang Maha Kuasa. Selanjutnya, sambil menunggu waktu shalat Shubuh, suami istri dapat mengaji bersama, atau bahkan boleh berpelukan mesra, yang sungguh semuanya berpahala.

Memang, siapakah yang dapat mengelak dari konflik ketika sudah membangun rumah tangga. Dua jiwa yang mempunyai karakter berbeda, berasal dari keluarga yang mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang tidak sama, sudah barang tentu pergesekan itu pasti ada. Tetapi, jika sejak awal dalam berumah tangga sudah dipancangkan niat yang sangat kuat, bahwa dalam membangun pernikahan adalah dalam rangka beribadah kepada Allah Swt., insya Allah konflik yang terpaksa besar bisa diubah menjadi kecil. Konflik yang kecil sesungguhnya adalah ringan sekali. Dan, konflik yang ringan sebenarnya adalah perbedaan wajar yang mesti terjadi sebagai pemicu untuk lebih mengikatkan rasa cinta dalam berumah tangga.
Maka, berangkat dari keyakinan yang seperti itu, saya pun tidak takut ketika harus mengambil keputusan untuk segera menikah. Siapa takut untuk menikah bila keinginan agar hidup semakin barakah. Urusan bekerja dan mencari nafkah, dalam keyakinan saya, pastilah oleh Allah Swt. 

segalanya akan dipermudah. Sungguh, saya belajar sepenuhnya meyakini firman Allah Ta’ala berikut ini:
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. an-Nuur [24]: 32).

Sungguh, firman Allah tersebut memberikan harapan yang sangat besar bagi orang-orang yang beriman. Mari kita cermati sekali lagi kalimat yang memberikan harapan itu, “Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya.” Masya Allah…, ini adalah firman Allah! Siapakah yang tidak percaya dan masih meragukan kebenaran firman Allah? Sudah barang tentu, kita tidak ingin masuk ke dalam golongan orang yang meragukan kebenaran firman Allah. Ayat inilah sesungguhnya yang ingin saya katakan kepada pembaca tercinta sebagai pegangan: dalam rangka memberanikan diri untuk menikah.

Bila keinginan atau keberanian untuk menikah sudah ada pada diri seseorang, maka hal pertama dan utama yang mesti dikuatkan sebelum menikah adalah niat. Hal ini sangat berkaitan dengan pertanyaan mendasar, mengapa kita mesti menikah? Dan, menurut saya, alasan utama menikah adalah hendaknya karena agama. Dengan menikah kita menjadi lebih mampu dalam hal menundukkan pandangan. Dengan menikah kita memperoleh ketenteraman jiwa, kasih dan sayang, sehingga mampu atau dapat beribadah dengan baik. Dan, dengan menikah sesungguhnya adalah menyempurnakan keagamaan kita.

Rasulullah Saw. bersabda:
“Nikah adalah sunnahku, barang siapa yang benci terhadap sunnahku, bukanlah ia termasuk umatku.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bukankah nikah adalah sunnah dari Rasulullah Saw. Dan, apabila nikah adalah sunnah Rasulullah, sudah barang tentu melaksanakannya akan bernilai ibadah. Berangkat dari hal-hal demikianlah sesungguhnya niat menjadi sangat penting dan perlu untuk dipancangkan semenjak awal dengan baik.
Demikianlah semoga artikel sederhana ini bermanfaat bagi kita bersama.
 
Salam bahagia selalu,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar