Iklan

Sabtu, 20 Juni 2015

Optimalisasi Ramadhan sebagai Syahrut Tarbiyah

OPTIMALISASI RAMADAHAN SEBAGAI SYAHRUT TARBIYAH
Ikhwani wa akhwati fillah rahimakumullah, Bulan  Ramadhan  yang  kini  kita  berada  di  dalamnya  juga dikenal  sebagai  Syahrut  Tarbiyah;  Bulan  Pendidikan. Mengapa?  Karena  pada  bulan  Ramadhan  Allah  SWT mendidik umat  Islam secara  langsung dengan puasa.  Pada bulan Ramadhan Rasulullah SAW juga melakukan murajaah Al-Qur’an bersama Jibril,  dan aktifitas para shahabat dalam
menuntut ilmu mengalami peningkatan. Ramadhan  memang  bulan  yang  sangat  kondusif  dan
mendukung aktifitas umat Islam untuk mengkaji ilmu agama, sebab pada bulan ini syetan yang biasa menggoda manusia serta menghembuskan kemalasan kita dalam menuntut ilmu
tengah  dibelenggu  oleh  Allah  SWT.  Rasulullah  SAW bersabda:

"Telah  datang  kepada  kalian  bulan  yang  penuh  berkah, diwajibkan  kepada kalian  ibadah puasa,  dibukakan  pintu-pintu  surga,  ditutuplah  pintu-pintu  neraka,  syetan-syetan dibelenggu,  dan  di  dalamnya  ada  satu  malam yang lebih baik  dari  seribu  bulan.  Barang  siapa  yang  tidak mendapatkan  kebaikannya  berarti  ia  telah  benar-benar terhalang/terjauhkan  (dari  kebaikan).  (HR.  Ahmad,  Nasai, Baihaqi)"

Ma’asyiral muslimin hafidzakumullah, Ada  banyak  keutamaan  thalabul  ilmi,  menuntut  ilmu,
khususnya  ilmu-ilmu  agama,  terlebih  di  bulan  Ramadhan yang merupakan syahrut tarbiyah ini. Diantaranya adalah : 

Allah Meninggikan Derajat Orang yang Berilmu Siapakah diantara kita yang tidak ingin memperoleh derajat yang tinggi  di sisi  Allah? Semua orang yang beriman tentu menginginkannya.  Dan  derajat  yang  tinggi  itu  bisa didapatkan dengan dua syarat; iman dan ilmu. Sebagaimana firman Allah SWT:

"…  Niscaya  Allah  akan  meninggikan  orang-orang  yang beriman  di  antaramu  dan  orang-orang  yang  diberi  ilmu pengetahuan beberapa derajat… " (QS. Al-Mujaadilah : 11)

Ibnu Hajar  Al-Asqalani  ketika menjelaskan ayat  ini  dalam Fathul Bari mengatakan: “Derajat yang tinggi memiliki dua konotasi,  yaitu  maknawiyah  di  dunia  dengan  memperoleh kedudukan yang tinggi dan reputasi yang bagus, dan hissiyah di akhirat dengan kedudukan yang tinggi di surga”
 
Ketinggian derajat  orang yang berilmu digambarkan dalam  sebuah  hadits  seperti  keutamaan  Rasulullah  SAW dibandingkan shahabatnya yang paling rendah.

"Keutamaan seorang yang berilmu dibandingkan ahli ibadah adalah  bagaikan  keutamaanku  dibandingkan  orang  yang paling rendah diantara kalian."  (HR. Tirmidzi)
 
Ilmu adalah Syarat Generasi Rabbani 
Hanya dengan bekal ilmu, khususnya ilmu tentang Al-Qur’an yang  terus  diperdalam  dan  juga  diajarkan/didakwahkan seseorang menjadi orang yang rabbani  dan sebuah generasi
menjadi generasi yang rabbani. Allah SWT berfirman:

"Hendaklah  kamu  menjadi  orang-orang  rabbani,  karena kamu  selalu  mengajarkan  Al  Kitab  dan  disebabkan  kamu tetap mempelajarinya."  (QS. Ali Imran : 79)
Ibnu  Katsir  dalam tafsirnya  menjelaskan  bahwa  rabbani, menurut Ibnu Abbas, adalah orang yang bijaksana, alim, lagi penyantu.  Sementara  menurut  Al-Hasan,  rabbani  ialah ahli ibadah dan ahli taqwa.  

Ikhwatal iman rahimakumullah, Kini  banyak  umat  Islam yang  merindukan  serta  mencitacitakan kemenangan Islam. Namun banyak yang lupa bahwa kemenangan itu hanya  akan hadir  tatkala  generasi  rabbani terpenuhi dalam jumlah yang banyak. Dan, inilah yang harus menjadi  fokus gerakan Islam jika mereka memang bercitacita meraih izzul Islam wal muslimin. Inilah yang juga harus menjadi prioritas  kita  khususnya  di  bulan  Ramadhan  ini, menjadi  generasi  rabbani  dan  menjadi  bagian  dari kemenangan Islam.

"Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar  dari  pengikut  (nya)  yang rabbani. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka  di  jalan  Allah,  dan  tidak  lesu  dan  tidak  (pula) menyerah  (kepada  musuh).  Allah  menyukai  orang-orang
yang sabar."  (QS. Ali Imran : 146) 

Ilmu adalah Sumber Kebaikan 
"Barangsiapa yang dikehendaki Allah dengan kebaikan, Allah pasti memahamkan kepadanya urusan agama ini."  (Muttafaq ‘alaih)
 
Dr.  Musthofa  Said  Al-Khin  bersama  3  ulama’  lain  saat mengetengahkan hadits ini dalam Nuzhatul  Muttaqin Syarh Riyadhus  Shalihin mengomentari:  keutamaan  ilmu pengetahuan,  sebab  ilmu  adalah  sumber  kebaikan  dan merupakan simbol kemudahan dan ridha Allah SWT. Memang  demikianlah  ilmu.  Bagaimanakah  seseorang  bisa beramal dengan benar tanpa didasari ilmu? Bagaimana pula
seseorang  akan  mampu  melahirkan  perkataan  yang  tepat tanpa  ilmu?  Karenanya  Imam Bukhari  membuat  satu  bab khusus dalam kitab Shahih-nya:  Al-Ilmu Qabla al-Qaul wa al-Amal. Karenanya pula Umar bin Abdul Aziz berkata:

"Barangsiapa yang beramal tanpa didasari ilmu, maka unsur merusaknya lebih banyak dari pada maslahatnya."  (Sirah wa manaqib Umar bin Abdul Aziz) 

Menuntut Ilmu Memudahkan Masuk Surga Ilmu merupakan jalan menuju surga. Dengan ilmu seseorang bisa  mengetahui  mana  yang  haq  dan  mana  yang  bathil. Dengan ilmu seseorang bisa memahami mana yang halal dan mana haram.  Dengan ilmu seseorang mengerti perintah dan larangan dari Rabb-nya.  Dengan ilmu seseorang memahami hak-hak  Allah,  bahkan  rahasia-rahasia  syariat  yang diturunkan-Nya.  Maka,  seseorang yang menuntut ilmu akan 
dimudahkan oleh Allah SWT menuju surga.

"Barangsiapa  menempuh  jalan  untuk  menuntut  ilmu,  maka Allah akan memudahkan jalannya ke surga." (HR. Muslim)

"Barangsiapa keluar untuk mencari ilmu, maka ia termasuk di jalan Allah sampai ia kembali" (HR. Tirmidzi)

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah, Demikianlah sebagian keutamaan menuntut  ilmu.  Di  bulan ramadhan  yang  pahala  kebaikan  dilipatgandakan,  bahkan amal  sunnah diberi  pahala seperti  amal  wajib, tentu pahala yang didapat dari thalabul ilmi lebih besar dan keutamaannya lebih luar biasa lagi. Di samping itu, ia juga menjadi faktor penguat sehingga puasa kita menjadi puasa yang berkualitas.

Ayyuhal ikhwah rahimakumullah, Dalam menuntut  ilmu  di  bulan  Ramadhan  ini,  kita  bisa memanfaatkan berbagai  kajian yang ada.  Diantaranya yang sudah biasa disediakan oleh takmir masjid di lingkungan kita adalah  ceramah  Tarawih  dan  ceramah  Shubuh.  Kita manfaatkan keduanya dengan sebaik-baiknya, kita perhatikan betul-betul  setiap  ilmu  yang  disampaikan  oleh  muballigh
tersebut.  

Pada siklus pekanan kita juga mendapatkan ilmu dari khutbah Jum’at.  Memang  berat  bagi  banyak  orang  untuk  menahan kantuk pada saat itu. Mari kita kuatkan untuk tetap menyimak khutbah yang disampaikan sang khatib sebab di  dalamnya ada banyak ilmu dan tidak sempurna shalat jum’at kita tanpa memperhatikan khutbah dengan baik. Di samping itu, bagi yang memiliki waktu luang, ada banyak taklim atau kajian Islam yang diselenggarakan oleh berbagai pesantren,  yayasan  pendidikan,  organisasi  dakwah,  takmir masjid, dan lain-lain. Bahkan ada juga pesantren kilat  baik bagi  pelajar,  mahasiswa,  maupun  umum.  Kita  bisa memanfaatkan itu semua. Satu  hal  yang  barangkali  lebih  mudah  dilakukan,  apalagi yang memang tidak memiliki banyak waktu untuk pergi ke tempat-tempat  taklim adalah dengan membaca  buku.  Yang menjadi  catatan adalah seperti  apa yang disampaikan. Anis Matta  dalam  buku  Mengusung  Peradaban  yang Berkeimanan:

Harus dibedakan ilmu Islam dengan wawasan Islam.  Ilmu Islam itu: Al-Qur’an, tafsir, hadits, sejarah, fiqih. Wawasan Islam  misalnya  ditulis  oleh  cendekiawan  kita:  “Islam keindonesiaan”,  “Islam  alternatif”,  Desekularisasi  Pemikiran”,  “Cakrawala  Islam”.  Itu  bukan  ilmu.  Hanya wawasan.
Jadi, jika kita berniat mengkaji ilmu Islam dengan membaca, bacalah ilmu Islam dari  buku-buku yang sudah kita yakini kebenarannya,  atau  dengan  pembandingnya.  Bagi  orang  awam atau  pembaca  konsumen,  hindarkan  dulu  wawasan Islam. Prioritaskan Ilmu Islam khususnya saat Ramadhan ini.
 

Wallaahu a’lam bish shawab.

(Ditulis oleh Yadi Suryadi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar