Rentetan Peristiwa 1946-1947
Peristiwa Westerling
Pembantaian Westerling adalah sebutan untuk peristiwa pembunuhan ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan yang dilakukan oleh pasukan Belanda Depot Speciale Troepen pimpinan Westerling. Peristiwa ini terjadi pada Desember 1946-Februari 1947 selama operasi militer Counter Insurgency (penumpasan pemberontakan).
Perjanjian Linggarjati
Bulan Agustus pemerintah Belanda melakukan usaha lain untuk memecah
halangan dengan menunjuk tiga orang Komisi Jendral datang ke Jawa dan membantu Van Mook
dalam perundingan baru dengan wakil-wakil republik itu. Konferensi
antara dua belah pihak diadakan di bulan Oktober dan November di bawah
pimpinan yang netral seorang komisi khusus Inggris, Lord Killearn. Bertempat di bukit Linggarjati dekat Cirebon. Setelah mengalami tekanan berat -terutama Inggris- dari luar negeri, dicapailah suatu persetujuan tanggal 15 November 1946 yang pokok pokoknya sebagai berikut:
- Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949.
- Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia.
- Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Untuk ini Kalimantan
dan Timur Raya akan menjadi komponennya. Sebuah Majelis Konstituante
didirikan, yang terdiri dari wakil-wakil yang dipilih secara demokratis
dan bagian-bagian komponen lain. Indonesia Serikat pada gilirannya
menjadi bagian Uni Indonesia-Belanda bersama dengan Belanda, Suriname
dan Curasao. Hal ini akan memajukan kepentingan bersama dalam hubungan
luar negeri, pertahanan, keuangan dan masalah ekonomi serta kebudayaan.
Indonesia Serikat akan mengajukan diri sebagai anggota PBB. Akhirnya
setiap perselisihan yang timbul dari persetujuan ini akan diselesaikan
lewat arbitrase.
Kedua delegasi pulang ke Jakarta, dan Soekarno-Hatta kembali ke pedalaman dua hari kemudian, pada tanggal 15 November 1946, di rumah Sjahrir di Jakarta, berlangsung pemarafan secara resmi Perundingan Linggarjati.
Sebenarnya Soekarno yang tampil sebagai kekuasaan yang memungkinkan
tercapainya persetujuan, namun, Sjahrir yang diidentifikasikan dengan
rancangan, dan yang bertanggung jawab bila ada yang tidak beres.
Peristiwa yang terjadi terkait dengan hasil perundingan Linggarjati
Pada bulan Februari dan Maret 1947 di Malang, S M Kartosuwiryo
ditunjuk sebagai salah seorang dari lima anggota Masyumi dalam komite
Eksekutif, yang terdiri dari 47 anggota untuk mengikuti sidang KNIP
(Komite Nasional Indonesia Pusat), dalam sidang tersebut membahas apakah
Persetujuan Linggarjati yang telah diparaf oleh Pemerintah Republik dan
Belanda pada bulan November 1946 akan disetujui atau tidak Kepergian S M
Kartosoewirjo ini dikawal oleh para pejuang Hizbullah dari Jawa Barat,
karena dalam rapat tersebut kemungkinan ada dua kubu yang bertarung
pendapat sangat sengit, yakni antara sayap sosialis (diwakili melalui
partai Pesindo), dengan pihak Nasionalis-Islam (diwakili lewat partai
Masyumi dan PNI). Pihak sosialis ingin agar KNPI menyetujui naskah
Linggarjati tersebut, sedang pihak Masyumi dan PNI cenderung ingin
menolaknya Ketika anggota KNIP yang anti Linggarjati benar-benar diancam
gerilyawan Pesindo, Sutomo (Bung Tomo) meminta kepada S M Kartosoewirjo
untuk mencegah pasukannya agar tidak menembaki satuan-satuan Pesindo.
DR H J Van Mook kepala Netherland Indies Civil Administration (NICA)
yang kemudian diangkat sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda, dengan
gigih memecah RI yang tinggal 3 pulau ini Bahkan sebelum naskah itu
ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947, Tanggal 28 Maret 1947 ia telah memaksa
terwujudnya Negara Indonesia Timur, dengan presiden Sukowati, lewat Konferensi Denpasar tanggal 18 - 24 Desember 1946
Pada bulan tanggal 25 Maret 1947 hasil perjanjian Linggarjati
ditandatangani di Batavia Partai Masyumi menentang hasil perjanjian
tersebut, banyak unsur perjuang Republik Indonesia yang tak dapat
menerima pemerintah Belanda merupakan kekuasaan berdaulat di seluruh
Indonesia. Dengan seringnya pecah kekacauan, maka pada prakteknya
perjanjian tersebut sangat sulit sekali untuk dilaksanakan.
Proklamasi Negara Pasundan
Usaha Belanda tidak berakhir sampai di NIT. Dua bulan setelah itu,
Belanda berhasil membujuk Ketua Partai Rakyat Pasundan, Soeria
Kartalegawa, memproklamasikan Negara Pasundan pada tanggal 4 Mei 1947.
Secara militer negara baru ini sangat lemah, ia benar benar sangat
tergantung pada Belanda, tebukti ia baru eksis ketika Belanda melakukan
Agresi dan kekuatan RI hengkang dari Jawa Barat.
Di awal bulan Mei 1947 pihak Belanda yang memprakarsai berdirinya
Negara Pasundan itu memang sudah merencanakan bahwa mereka harus
menyerang Republik secara langsung. Kalangan militer Belanda merasa
yakin bahwa kota-kota yang dikuasai pihak Republik dapat ditaklukkan
dalam waktu dua minggu dan untuk menguasai seluruh wilayah Republik
dalam waktu enam bulan. Namun mereka pun menyadari begitu besarnya biaya
yang ditanggung untuk pemeliharaan suatu pasukan bersenjata sekitar
100.000 serdadu di Jawa, yang sebagian besar dari pasukan itu tidak
aktif, merupakan pemborosan keuangan yang serius yang tidak mungkin
dipikul oleh perekonomian negeri Belanda yang hancur diakibatkan perang.
Oleh karena itu untuk mempertahankan pasukan ini maka pihak Belanda
memerlukan komoditi dari Jawa (khususnya gula) dan Sumatera (khususnya
minyak dan karet).
Sumber : Buku Sejarah Nasional Indonesia Karya Marwati Djoened Poesponegoro; Nugroho
Notosusanto
(Ditulis Kembali oleh Yadi Suryadi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar