Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala
puji bagi Allah, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Para pengunjung Samudera
Kehidupan yang semoga selalu mendapat perlindungan Allah SWT. Hari Jum’at hari penuh barokah. Di antara kebarokahan
di hari tersebut, Allah Ta’ala memberi
satu waktu utama untuk memanjatkan do’a kepada-Nya. Di mana do’a saat itu
adalah do’a yang mustajab (mudah diijabahi).
Dari Abu Hurairah,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam menyebutkan tentang hari Jum’at, lantas beliau bersabda,
فِيهِ
سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهْوَ قَائِمٌ يُصَلِّى ، يَسْأَلُ
اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Di hari Jum’at terdapat suatu waktu yang
tidaklah seorang hamba muslim yang ia berdiri melaksanakan shalat lantas ia
memanjatkan suatu do’a pada Allah bertepatan dengan waktu tersebut melainkan
Allah akan memberi apa yang ia minta.”[1]
Kapan waktu
mustajab yang dimaksud?
Para ulama
menyebutkan beberapa pendapat dalam masalah ini yaitu tentang kapan waktu yang
dimaksud. Ada riwayat dari Imam Muslim, yaitu hadits Abu Musa radhiyallahu ‘anhu yang
menyebutkan waktu yang dimaksud.
Dari Abu Burdah
bin Abi Musa Al Asy’ari. Ia berkata, “’Abdullah bin ‘Umar bertanya
padaku, ‘Apakah engkau pernah mendengar ayahmu menyebut suatu hadits dari
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam mengenai waktu mustajabnya do’a di hari Jum’at?” Abu Burdah
menjawab, “Iya betul, aku pernah mendengar dari ayahku (Abu Musa), ia berkata
bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
هِىَ مَا
بَيْنَ أَنْ يَجْلِسَ الإِمَامُ إِلَى أَنْ تُقْضَى الصَّلاَةُ
“Waktu tersebut adalah antara imam duduk
ketika khutbah hingga imam menunaikan shalat Jum’at.”[2]
Kata Syaikh
Musthofa Al ‘Adawi, “Hadits ini memiliki ‘illah (cacat) dan tidak shahih. Al Hafizh Ad Daruquthni Rahimahullah menyatakan cacatnya
hadits tersebut. Al Hafizh Ibnu Hajar juga menyatakan hal yang sama bahwa
hadits tersebut memiliki ‘illah karena
adanya idhthirob dan inqitho’ (sebab yang membuat
hadits menjadi dho’if, pen).”
Ada hadits lain
yang secara sanad shahih menyebutkan tentang kapan waktu mustajab di hari
Jum’at yang dimaksud. Hadits tersebut adalah hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau
bersabda,
« يَوْمُ الْجُمُعَةِ ثِنْتَا عَشْرَةَ ». يُرِيدُ
سَاعَةً « لاَ يُوجَدُ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ شَيْئًا إِلاَّ
آتَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ ».
“(Waktu siang) di hari Jum’at ada 12 (jam).
Jika seorang muslim memohon pada Allah ‘azza wa jalla sesuatu (di suatu waktu
di hari Jum’at) pasti Allah ‘azza wa jalla akan mengabulkannya. Carilah waktu
tersebut yaitu di waktu-waktu akhir setelah ‘Ashar.”
[3] Kata Syaikh Musthofa, “Walaupun sanadnya shahih,
namun hadits tersebut memiliki ‘illah (cacat)”. Karena hadits dikatakan shahih
tidak semata-mata dilihat dari sanadnya yang selamat, namun juga dilihat adakah
‘illah (cacat) dalam hadits tersebut ataukah tidak. Demikianlah yang dapat
dipahami dari ilmu mustholah hadits.
Pendapat yang
disebut dari hadits terakhir, itulah yang lebih mendekati tentang maksud waktu
di hari Jum’at. Kata Syaikh Musthofa Al ‘Adawi rahimahullah, “Namun demikian, sudah
sepantasnya seorang muslim berusaha untuk memperbanyak do’a di hari Jum’at di
waktu-waktu yang ada secara umum.”
Ibnu Hajar sendiri
menyebutkan ada 40 pendapat dalam masalah ini. Beliau rahimahullah mengatakan,
أَنَّ
كُلّ رِوَايَة جَاءَ فِيهَا تَعْيِين وَقْت السَّاعَة الْمَذْكُورَة مَرْفُوعًا
وَهْم ، وَاَللَّه أَعْلَم .
“Setiap riwayat
yang menyebutkan penentuan waktu mustajab di hari Jum’at secara marfu’ (sampai
Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam)
memiliki wahm (kekeliruan). Wallahu a’lam.”[4]
Jadi, yang
mestinya dilakukan adalah hendaknya setiap muslim memperbanyak do’a di
sepanjang hari Jum’at untuk mendapatkan keutamaan terkabulnya do’a, tidak
dikhususkan pada waktu tertentu mengingat alasan yang telah diulas di atas.
Moga Allah perkenankan setiap do’a-do’a kita.[5]
Wallahu waliyyut taufiq. Shalawat dan salam kepada
Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
[1] HR. Bukhari no. 935 dan Muslim no. 852.
[2] HR. Muslim no. 853.
[3] HR. Abu Daud no. 1048. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih. Syaikh Musthofa Al ‘Adawi menyatakan adanya cacat
dalam hadits ini walaupun sanadnya shahih.
[4] Fathul Bari, 11/199.
[5] Tulisan ini adalah faedah ilmu dari pembahasan Syaikh
Musthofa Al ‘Adawi hafizhohullah (ulama
Mesir dan termasuk murid Syaikh Muqbil) dalam kitab beliau Fiqhud Ad Du’a, terbitan Maktabah
Makkah, cetakan pertama, 1422 H, hal. 46-48.
Sumber: Sumber http://www.rumaysho.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar