Fakhrudin Al-Razi, beliau dikenal pakar matematika, sastra, dan filsafat, tapi juga seorang penghafal Al-Qur’an, bagaimana dengan anak kita?
ORANGTUA mana yang tidak sedih, melihat putri kesayangan yang dibesarkan dengan sekuat tenaga, dengan penuh perhatian, harus meregang nyawa dalam kondisi yang tidak terbayangkan setelah diperkosa beberapa pria. Tentu, ini musibah yang sangat memberatkan jiwa-raga. Semoga Allah memberikan ketabahan hati dan keteguhan jiwa kepada keluarga yang kehilangan. Demikian kisah memilukan seorang gadis 17 tahun yang dibakar hidup-hidup setelah diperkosa secara bergilir oleh beberapa pria baru-baru ini.
Kasus serupa juga dialami gadis 13 tahun di Lampung yang digilir tiga orang pria setelah sebelumnya dicekoki minuman keras dan akhirnya dibunuh. Kasus pemerkosaan disertai pembunuhan kini mulai ramai terjadi di negeri ini. Ironisnya, sebagian pelaku adalah kalangan pelajar.
Patut muncul sebuah pertanyaan, apa yang sebenarnya terjadi, mengapa kejadian memilukan seperti ini kerap melanda?
Mungkin banyak aspek yang akan dikemukakan, tetapi kali ini mari kita melihat diri sendiri, melihat kebiasaan hari-hari, untuk kemudian kita ubah menjadi lebih baik sebagaimana tuntunan agama yang kita yakini.
Pendidikan Agama
Materialisme telah membutakan sebagian besar mata orangtua terhadap makna masa depan. Masa depan tereduksi hanya pada usia tua, padahal hidup di dunia ini hanyalah satu episode kehidupan untuk sampai pada kehidupan yang sesungguhnya yakni akhirat.
Akibatnya, banyak orangtua yang lupa akan pentingnya pendidikan agama bagi anak-anak mereka yang sebenarnya adalah kunci kebahagiaan para orangtua sendiri, termasuk anak-anaknya. Kelupaan ini membuat benteng budaya yang sudah bagus secara norma sosial dan agama hancur berserakan.
Lihat saja, bagaimana orangtua tidak bereaksi apa-apa ketika anaknya tidak mendirikan sholat di rumahnya, menggunakan busana yang tidak semestinya bahkan ketika terang-terangan anak-anak mereka tidak menutup aurat. Bandingkan dengan reaksi para orangtua tatkala anaknya tidak mau masuk sekolah atau ketika nilai sekolah anaknya turun.
Padahal, Allah telah memberikan kode-kode penting terkait perlunya orangtua memberikan pendidikan agama kepada putra-putrinya. Sebagai contoh, Nabi Ya’kub, menjelang wafatnya, beliau kumpulkan seluruh keluarga dan anak-anaknya.
أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاء إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي قَالُواْ نَعْبُدُ إِلَـهَكَ وَإِلَـهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَـهاً وَاحِداً وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS. al-Baqarah [2]: 133).
Artinya, pendidikan aqidah yang harus diutamakan di atas segala macam jenis pendidikan. Kisah itu masih Allah lanjutkan dengan kisah betapa seriusnya hamba Allah yang bernama Luqman Al-Hakim dalam membina aqidah anaknya.
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman [31]: 13).
Dengan pendidikan aqidah itulah anak akan tumbuh dengan iman yang kuat terhadap kebenaran syariat, sehingga mereka tumbuh menjadi Muslim yang kaffah. Ketika aqidah sudah kuat maka ilmu-ilmu yang lain akan semakin memperkokoh aqidahnya.
Lihat saja para ulama terdahulu, sebut saja misalnya Fakhrudin Al-Razi, beliau tidak saja hafal Al-Qur’an tetapi juga pakar matematika, sastra, dan filsafat. Jadi, jangan salah kaprah, seolah-olah pendidikan agama menghambat kemajuan anak dalam hal keduniawian. Justru pendidikan agama itulah yang akan mengantarkan anak-anak kita tumbuh menjadi manusia cerdas dan beradab.
Ajak Untuk Menegakkan Agama
Kebanyakan orangtua zaman sekarang memang tertinggal jauh dalam hal teknologi, utamanya peralatan dan wawasan dunia modern. Tetapi, orangtua tidak boleh inferior, kemudian membebaskan anaknya karena menganggap anaknya pasti benar dan mengerti. Tetap harus dipantau, diawasi dan dikontrol. Lebih dari itu, orangtua tetap harus superior dalam urusan-urusan agama.
Orangtua jangan malu, jangan ragu dan jangan tidak enak untuk bertanya kepada anak-anaknya apakah sudah sholat atau belum, sudah membaca al-Qur’an atau belum, termasuk menegur gaya berpakaian anak jika dianggap tidak sesuai aturan agama. Soal pakaian, orangtua harus ketat, karena dari pakaian inilah sebenarnya anak membentuk pola pikir, pola hidup dan akhirnya pola pergaulan. Tentu, semua itu dilakukan dengan cara yang tepat dan bijaksana.
Jika hal semacam ini dilakukan sejak kecil, insya Allah orangtua tidak akan terlalu sulit untuk mewujudkannya. Jika sudah remaja dan dewasa, memang agak sulit, tetapi tetap bisa diupayakan dengan keteladanan dan kesungguhan termasuk doa kepada Allah Ta’ala.
Cara sederhananya, mungkin orangtua perlu membuat acara keluarga yang melibatkan semua anak-anaknya dalam membaca al-Qur’an bersama, mendengarkan ceramah agama bersama, atau sesekali mengundang tetangga yang lebih paham soal agama untuk berbagi pengalaman di rumah bersama seluruh anggota keluarga.
Luqman Al-Hakim memberi pengajaran kepada anaknya;
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. 31: 17).
Didik Cara Bergaul
Berikutnya, yang tidak kalah penting adalah mendidik anak tentang cara bergaul, tepatnya sopan santun dan kepatutan. Orangtua harus selalu menanamkan etika dalam pergaulan, terutama dengan teman lawan jenisnya, sesuai dengan aturan syariat.
Misalnya, seorang anak gadis jangan sampai keluar rumah dalam keadaan tidak berjilbab, meskipun hanya akan menemui teman perempuannya, karena begitu keluar rumah jilbab itu wajib. Kemudian, jangan menemui teman lelaki seorang diri, apalagi sengaja berdua, dalam urusan apapun. Lebih dari itu, sebelum apapun, jangan pernah tidak minta izin orangtua.
Termasuk, pergaulan berkomunikasi dengan handphone, internet dan segala macam jenis komunikasi canggih lainnya. Seorang anak gadis tidak patut menerima panggilan telpon tengah malam, sembunyi-sembunyi, apalagi berkomunikasi secara rahasia dengan orang lain.
Karena selain akan mengganggu kesehatan badan, juga akan mengurangi konsentrasi terhadap pelajaran. Di samping itu, kalau ada apa-apa, keluarga akan menanggung akibatnya.
Langkah semacam ini memang harus dilakukan para orangtua, agar anak tidak lengah dari adab-adab pergaulan. Termasuk mendidik anak untuk bisa memilah dan memilih jenis hiburan yang tepat, sehingga anak juga akan memiliki filter dalam melihat perkembangan dunia hiburan yang umumnya mengedepankan fisik (aurat).
Jangan lupa, Berdoalah Selalu
Setelah segala upaya ikhtiar kita lakukan, langkah yang tidak kalah strategisnya adalah berdoa kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Para orangtua sangat baik jika bangun di tengah malam, lalu menumpahkan air mata kepada Allah agar berkenan menjadikan anak-anaknya tumbuh menjadi Muslim yang sholeh, sabar, dan takwa.
Langkah semacam ini telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim Alayhissalam. Di dalam Al-Qur’an Allah mengabarkan bahwa Nabi Ibrahim selalu berdoa untuk anak-anaknya. “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS. 14: 40).
Akhir kata, orangtua sesungguhnya lebih memerlukan ilmu agama untuk masa depan anak-anaknya, dengan tetap mendorong mereka belajar ilmu keduniawian. Karena tanpa ilmu agama, bukan saja kesulitan dunia yang akan datang, kesulitan akhirat pun pasti akan terjadi. Oleh karena itu, selagi ada kesempatan, bersama keluarga, anak-anak, orangtua harus meningkatkan pendidikan agama.*/Imam Nawawi
Sumber: http://www.hidayatullah.com/ tanggal 24 Mei 2013