Iklan

Rabu, 24 September 2014

Hidup ini harus produktif

seorang lelaki di usia 20 s.d 30 tahun adalah saat dimana waktunya untuk bekerja keras dengan penuh tanggung jawab, profesional dan terukur, sehingga menghasilkan output yang luar biasa hebatnya agar dapat menjadi manusia sukses paripurna.

“ Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik – baiknya. “
Q. S. At Tin : 4


“ Secepat angin seanggun rimba belantara, menjarah bagaikan api, kokoh bagaikan gunung, layaknya menapaki jalan seorang pejuang paripurna. “
Landasan Pemikiran
Manusia sebagai makhluk yang memilih ( makhluk politik )
Manusia, menurut pribahasa Yunani, adalah zoon politicon yang berarti bahwa manusia adalah makhluk yang suka bergaul ( makhluk sosial ). Disamping itu manusia juga berperan sebagai makhluk politik yang ditandai dengan adanya penentuan atas pilihan – pilihan dalam menjalani hidupnya. Maka dari itu fungsi politik, sekecil apapun bentuknya, tidak dapat dipisahkan dari segenap aktivitas manusia.


Jika dihubungkan dengan pemikiran bahwa manusia sebagai makhluk sosial, hal ini dapat dilihat bahwa dalam kehidupan tak jarang manusia memiliki suatu keinginan ( cita – cita ) yang sama. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, maka manusia memainkan perannya sebagai makhluk yang memilih ( makhluk politik ) untuk menentukan bagaimana cara untuk merealisasikan keinginan tersebut. Hal ini dapat berupa penentuan strategi pencapaian, pengelompokan manusia yang berkepentingan sama, dan lain – lain.
Dengan demikian untuk memperkuat posisi manusia dalam pencapaian keinginannya, manusia memerlukan manusia lainnya. Hubungan antara satu dengan yang lainnya didasarkan pada adanya suatu kontrak bersama yang bersifat simbiosis mutualisma dimana masing - masing pihak saling bekerja sama untuk pencapaian tersebut serta diiringi dengan adanya kompensasi yang saling menguntungkan antara satu dengan yang lainnya.
Oleh karena itu, fungsi manusia sebagai makhluk sosial atau makhluk yang suka bergaul tersebut tidak dapat dipisahkan dari sepak terjang manusia yang secara naluriah merupakan sebagai makhluk politik.


Manusia adalah makhluk yang idealis
Secara umum idealis dapat digambar sebagai nilai – nilai yang dianggap benar ( ideal ) dan harus dipertahankan. Idealis mutlak merupakan sifat manusia sebagai makhluk yang istimewa di muka bumi ( khalifah ). Seiring dengan berkembangnya sebuah peradaban ( harkat kemanusiaan ), manusia tidak pernah terlepas dari fungsinya sebagai makhluk yang idealis. Nilai – nilai yang terkandung dalam idealisnya manusia bertujuan untuk memajukan manusia tersebut.

Aturan keseimbangan kehidupan menyiratkan bahwa dalam suatu kelebihan yang besar tentu saja selalu dibarengi dengan kelemahan yang besar pula. Hal itu juga terjadi pada manusia bahwa seberapa pun hebat dan istimewanya manusia, manusia tidak akan pernah terlepas dari kelalaian ataupun kesalahan – kesalahan baik yang bersifat sengaja maupun tidak sengaja. Dalam menanggapi hal itu, sisi idealis berperan penting dalam pencapaian kesempurnaan kehidupan dimana idealis berperan ganda baik sebagai sisi kontrol ( dihasilkan oleh pemikiran manusia untuk mengkritisi pemikiran manusia ) maupun sisi inovasi ( dihasilkan oleh pemikiran manusia untuk menutupi kelemahan manusia ) yang diharapkan mampu memberikan suatu perubahan ke arah yang lebih baik. Dan telah merupakan hukum alam bahwa manusia menginginkan suatu kemajuan atau perubahan – perubahan dalam kehidupan menuju ke arah yang lebih baik pula.

Manusia adalah makhluk yang kuat
Sekalipun dalam ukuran bahwa manusia bukanlah makhluk yang unggul, tetapi manusia tidak dapat diragukan kemampuannya. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan manusia untuk bertahan disaat yang tidak menyenangkan ( survive ), kemampuan manusia untuk beradaptasi dengan alam dan lingkungan sekitarnya, serta kemampuan manusia dalam memulihkan kembali jasmani dan rohaninya ( recovery ). Kekuatan tersebut yang menempatkan manusia sebagai makhluk yang istimewa.

Optimal atau tidaknya manusia sebagai makhluk yang kuat tersebut dilandaskan pada seberapa besar manusia memahami dirinya sendiri. Kekuatan sejati manusia bukanlah kekuatan yang berdasarkan pada fisik belaka, akan tetapi kekuatan tersebut terpancar dari jiwa manusia itu sendiri yang mungkin dapat disadari maupun tidak. Melalui kekuatan itulah manusia mampu menempatkan dirinya di posisi terdepan bahwa diantara sesama manusia sekalipun
Perjuangan seorang manusia
Melalui uraian diatas dapat dilihat bahwa manusia memiliki potensi yang begitu besar dalam mengarungi kehidupan. Potensi – potensi tersebut adalah alat yang digunakan oleh manusia untuk menghadapi halangan dan rintangan dalam hidupnya. Oleh karena itu, suatu perjuangan mutlak merupakan suatu kesatuan yang terpisahkan dalam hidup manusia.

Dalam menjalani hidupnya, manusia berperan penting dalam menentukan arahan yang harus dilaluinya melalui proses berpikir. Perjuangan merupakan salah satu bentuk tingkah laku manusia yang merupakan hasil dari proses berpikir tersebut. Perjuangan ini ialah perjuangan dalam artian yang sangat luas yang menaungi seluruh aktivitas hidup manusia. Mulai dari hal yang kecil, manusia memiliki keinginan untuk mengenal manusia lainnya ( berbicara dengan manusia lain ). Hal ini termasuk kedalam perjuangan manusia untuk menunjukkan eksistensinya sebagai makhluk sosial. Lalu untuk hal lainnya, manusia rela melakukan pengorbanan demi suatu tujuan ataupun tanggung jawab yang diembannya. Hal ini pun menunjukkan seberapa besar perjuangan memaknai kehidupan manusia.

Dalam sebuah perjuangan, tentunya manusia tidak dapat terlepas dari nilai – nilai kebenaran ( kesempurnaan ) sebagai wujud idealisnya seorang manusia serta potensi – potensi alami yang merupakan bawaan alami dari manusia tersebut. Peran serta masing – masing aspek tersebut menjadikan motor penentu dalam perjuangan seorang manusia. Akhirnya, melalui perjuangan itulah manusia dapat menunjukkan eksistensinya sebagai makhluk yang terdepan ( istimewa ).
Makna Hidup dan Perjuangan dalam Pencapaiannya

Seiring dengan seberapa dalam kita memaknai hidup, mungkin akan tersirat beberapa pertanyaan sebagai berikut :
1. Seberapa besar manusia memahami posisinya diantara manusia lainnya?
2. Seberapa besar kearifan dan kebijaksanaan manusia dalam memaknai kehidupannya?
3. Seberapa optimal manusia memahami dan mengelola kelebihan – kelebihannya?
4. Dan seberapa keras manusia meningkatkan taraf hidupnya?

Pertanyaan – pertanyaan diatas merupakan beberapa pertanyaan pokok yang sudah semestinya ditelaah oleh manusia. Kadang manusia seringkali terlena oleh egonya sebagai makhluk yang memiliki keunggulan akan tetapi tidak menyadari bahwa manusia juga memiliki kelemahan. Alih – alih memperbaiki kelemahan tersebut, manusia cenderung bersikap offensive terhadap segala sesuatu yang mengingatkannya atas kelemahan tersebut. Manusia lebih cenderung memilih untuk menutupi daripada memperbaikinya. Lalu dengan arogannya, manusia membuat suatu pembenaran diri yang justru secara tidak sadar malah merugikan dirinya sendiri. Untuk itulah diperlukan beberapa fase dalam menjawab pertanyaan – pertanyaan diatas.
Fase awal, dalam sebuah kehidupan, manusia perlu memahami secara keseluruhan dimanakah posisinya diantara manusia lainnya. Apakah manusia tersebut tergolong pada manusia – manusia unggulan ( manusia yang bersifat wajib ) atau manusia kelas kacangan. Pencapaian posisi tersebut haruslah melalui suatu proses yang cukup berat. Artinya, manusia memang tidak dapat berubah ( kualitasnya ) semudah membalikkan telapak tangan, akan tetapi manusia dapat berubah ( kualitasnya ) hanya jika manusia melalui suatu proses pembentukan sekalipun proses tersebut tidak memakan waktu yang lama. Disinilah perjuangan seorang manusia diuji ketahanannya. Manusia yang telah melalui perjuangan tentunya akan mendapatkan apa yang ia perjuangan sekalipun tidaklah secara keseluruhan. Dan melalui perjuangan itulah manusia dapat menentukan dimanakah ia akan memposisikan dirinya.
Fase kedua, lalu dalam kehidupannya, disamping penentuan posisi, manusia juga dituntut arif dan bijaksana dalam memaknai segala isyarat kehidupan. Kearifan dan kebijaksanaan manusia akan membentuk suatu identitas tersendiri bagi dirinya sendiri. Menjadi arif dan bijaksana adalah sebuah proses yang kompleks.

Pada dasarnya dibutuh pengenalan yang intensif dari manusia terhadap dirinya sendiri. Berangkat dari itulah maka manusia dapat mengelola dirinya dan memunculkan sikap arif dan bijaksana yang bukan berarti rendah diri tetapi lebih mendekati pada kemampuan manusia bersikap dan bertindak pada hal yang ia anggap benar dan berasal dari hati nurani manusia itu sendiri. Lagi dan lagi dibutuh sebuah perjuangan ketika manusia akan berangkat menjadi arif dan bijaksana.
Fase ketiga, setelah manusia masuk pada tahap penggalian serta pengenalan pada dirinya sendiri, muncul sebuah keharusan bagi manusia tersebut untuk mengoptimalkan pemanfaatan kelebihan – kelebihan yang ia miliki. Pemanfaatan tersebut berakar pada dua kata kunci yaitu memahami dan mengelola. Memahami bermakna sejauh mana manusia mengenali dirinya sendiri. Sedangkan mengelola ialah upaya manusia mengerahkan seluruh potensi yang ia miliki untuk kemajuan dirinya sendiri.

Fase akhir ialah menentukan pilihan – pilihan dalam hidup. Pilihan tersebut ialah berdiam diri atau berjuang. Ketika manusia bersikap acuh tak acuh dan memilih untuk berdiam diri lalu menjalani hidup tanpa adanya sebuah keinginan untuk memperbaharui, maka manusia merupakan makhluk yang sia – sia. Manusia dituntut harus terus berinovasi untuk memperbaharui jasmani dan rohaninya sehingga manusia selalu tampil dalam bentuk yang aktual. Hal ini sangat berperan penting dalam kehidupan dimana manusia dituntut untuk saling berkompetisi antara satu dengan yang lainnya. Manusia yang akan menempati posisi sebagai makhluk yang unggul adalah manusia yang aktual. Oleh karena itu, untuk mencapai jalan tersebut mutlak diperlukan sebuah perjuangan dalam garis hidup manusia. Terlepas apakah perjuangan tersebut bersifat murni ( untuk kebaikan diri sendiri ) atau pun tidak ( untuk tujuan tertentu ), manusia harus melakukannya sebagai pilihan yang paling efektif.
Perjuangan dalam meningkatkan taraf kehidupan manusia tentulah tidak mudah. Berbagai macam halangan dan rintangan akan selalu menghadang dalam proses tersebut. Akan tetapi yang perlu dipahami oleh manusia ialah, halangan dan rintangan itulah yang akan mendewasakan manusia sehingga manusia siap sepenuhnya dalam menjalani hidupnya.


Winston Churcill dalam pidatonya pernah menegaskan prinsip yang wajib dipegang ketika perjuangan yaitu perjuangan membutuhkan “ cucuran keringat, tetes darah, dan air mata ( guts, bloods, and cries ). “ Inilah salah satu wujud pengorbanan yang harus dilakukan oleh manusia sebagai kesungguhannya dalam menapaki sebuah perjuangan. Dan tentunya, perjuangan yang baik adalah perjuangan yang dilandaskan pada sisi idealis manusia karena perjuangan yang bersifat keuntungan belaka bukan sebuah perjuangan sejati. Maka dari itu, idealis harus ditempatkan sebagai aspek yang merupakan fungsi sentral dalam sebuah perjuangan. Dengan demikian, perjuangan idealis adalah perjuangan abadi.

Perjuangan Belum Berakhir!
Untuk memaknai hidup ini, kita mesti berjuang. Dan untuk berjuang kita harus memiliki arahan atau pedoman yang jelas sehingga perjuangan kita dapat menjadi sebuah perjuangan yang sejati. Maka dari itu perjuangan ini dapat dilakukan dengan cara – cara sebagai berikut.

1. Menumbuhkan sikap ikhlas
Dalam perjuangan tentunya akhinya akan didapat hasil akhir dari perjuangan tersebut. Sekalipun yang mengendalikan perjuangan tersebut adalah manusia, akan tetapi yang mengatur segalanya adalah Yang Maha Kuasa. Untuk itu, sikap ikhlas perlu ditanamkan dalam setiap perjuangan, Ikhlas tersebut dalam artian bahwa setiap kemenangan dalam perjuangan adalah anugrah yang wajib disyukuri dan kekalahan dalam perjuangan adalah kemenangan yang tertunda. Sikap ikhlas juga dapat dikaitkan dalam hal pengorbanan – pengorbanan yang harus dilakukan untuk melakukan sebuah perjuangan. Untuk itu, sikap ikhlas merupakan syarat mutlak dalam sebuah perjuangan.


2. Eksplorasi potensi diri serta aktualisasi diri
Sebuah perjuangan tentunya harus diisi dengan sesuatu hal yang akan menjadi alat dalam perjuangan tersebut. Layaknya sebuah perperangan, perjuangan membutuhkan persediaan amunisi yang mumpuni sehingga dapat berguna untuk memenangkan perjuangan. Untuk itu, eksplorasi potensi merupakan sebuah alternatif yang tepat dalam mengumpulkan amunisi – amunisi tersebut. Pontensi yang dapat diibaratkan sebagai amunisi yang harus dibakar ( diasah ) lalu diledakkan ( ditampilkan ). Tindak lanjut dari hal tersebut ialah aktualisasi diri dalam pencapaian tujuan perjuangan. Aktualisasi diri bertujuan untuk menampilkan sisi – sisi positif dari dalam diri yang tentunya akan sangat berperan dalam perjuangan itu.


3. Pelatihan yang berkesinambungan
Seorang pejuang yang baik ialah seseorang yang memahami apa itu perjuangan. Untuk memahami perjuangan itulah seorang pejuang harus telah melewati penempaan yang berupa pelatihan. Pelatihan itu dapat berupa dari dirinya sendiri maupun orang lain. Pelatihan dari diri sendiri adalah seberapa besar seorang pejuang mempelajari rahasia – rahasia dalam kehidupan. Dalam kehidupan tersebut perlu diingat sebuah prinsip bahwa, hidup menghadirkan permasalahan terlebih dahulu barulah memberi pembelajaran. Maka dari kesalahan – kesalahan dalam menghadapi permasalahan itulah seorang pejuang dapat memetik pelajaran – pelajarannya. Disamping itu, seorang pejuang yang unggul ialah pejuang yang tidak berdiri sendiri. Layaknya seorang atlit, pejuang juga membutuhkan seorang pelatih profesional ( mentor ). Pelatuh ini telah mencicipi bagaimana proses perjuangan tersebut dan dapat memberikan arahan kepada pejuang berdasarkan pengalamannya.


4. Mempererat jalinan persaudaraan ( silaturrahmi )
Manusia tidak akan pernah terlepas dari statusnya sebagai makhluk sosial. Begitu juga ketika seseorang akan berjuang, maka ia akan membutuhkan manusia – manusia lainya apakah untuk mendukungnya atau menjadi salah satu bagian dalam perjuangannya. Seorang pejuang yang unggul dituntut dapat mengajak lingkungannya untuk ikut berjuang serta menyakini nilai – nilai yang ia perjuangkan. Demi menjalankan hal tersebut, seorang pejuang harus menginsyafi bahwa dirinya bukanlah apa – apa jika ia hanya bersifat sendiri dan pejuang harus menempatkan jalinan persaudaraan sebagai salah satu kendaraan dalam perjuangan. Jalinan persaudaraan tersebut dapat ditempuh dengan cara membangun komunikasi empatik antar sesama.


5. Memperkokoh benteng idealisme
Sebuah perjuangan sejati tidak terlepas dari keinginan untuk menuju kearah yang lebih baik. Maka dari itu, idealisme haruslah ditempatkan menjadi motor penggerak dalam sebuah perjuangan. Disamping itu, idealisme melalui bentengnya juga dapat merintangi rayuan – rayuan serta bujukan – bujukan yang akan merusak tujuan perjuangan. Memperkokoh benteng idealisme juga dapat menghindarkan si pejuang dari kebobrokan – kebobrokan karakter serta sifat – sifat buruk yang dimiliki oleh manusia.

Dengan cara – cara diatas, maka mudah – mudahan perjuangan yang akan dilakukan oleh manusia akan mendapatkan titik cerahnya serta akan membawakan manusia ke tingkatan yang lebih baik. Sebuah perjuangan, terlepas dari hasilnya, akan membawakan status manusia menjadi manusia paripurna yang merupakan manusia dengan derajat tertinggi diantara manusia – manusia yang ada. Dengan demikian, manusia akan dapat memaknai seluruh kehidupan yang ia jalani.
Semoga apa yang diuraikan diatas dapat memberikan manfaat bagi kita semua Akhirnya, semoga Tuhan YME selalu bersama kita.
“ Setetes darah di dalam perjuangan senilai dengan setitik kejayaan di masa depan! “


Tidak ada komentar:

Posting Komentar