Iklan

Setetes hidayah Islam

Tak Ada Alasan Lagi Membenci Islam

“Namaku Abdul Hakim. Aku dilahirkan 24 tahun yang lalu di tengah teriknya sinar matahari di Spanyol. Ibuku asli Perancis, dan ayah asal Spanyol,” kata Abdul memulai kisahnya.
Abdul tinggal di Spanyol hanya dua tahun. Lalu pindah ke Perancis ikut kedua orang tuanya. Lepas sekolah menengah atas, di usia 18 tahun, Abdul pindah ke Inggris untuk melanjutkan studi di Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sheffield.

“Pertama sekali aku ingin tekankan bahwa hingga usiaku 18 tahun, aku tidak suka sama sekali dengan Islam. Kala itu aku baru memasuki tahun pertama kuliah di Inggris,” tukas dia mengenang. Di usia 17 tahun, menurut pengakuannya, dia bahkan pernah bergabung dengan salah satu kelompok ekstrim yang sukanya “memerangi” pemeluk Islam. Dia menyebut dua alasan masuk grup tersebut, kisahnya:

“Pertama, karena keluarga dan juga teman-temanku dulunya semua pendukung nasionalis dan rasisme. Jadi aku ingin “membersihkan” lingkungan dari orang-orang yang tak kusukai. Kedua, pengalaman pribadi di mana aku pernah diserang secara pisik dua kali oleh warga asing asal Aljazair,” kata Abdul tentang masa lalunya.
“Sekarang Anda bisa bayangkan bagaimana pola pikir saya bisa berubah setelah kuliah di Inggris. Anda pasti bertanya-tanya apa dan bagaimana aku bisa menemukan Islam di Inggris,´ kata dia lagi.

Kala studi di Inggris Abdul mengaku menjalin hubungan persahabatan dengan sejumlah siswa asal Asia. Kebanyakan anak-anak dari Malaysia dan Indonesia. Saat itu dia tidak tahu sama sekali teman-teman saya itu semuanya beragama Islam. Sebab sebelumnya dia selalu mengidentikkan Islam dengan Arab.
“Teman-teman muslim yang aku kenal itu semuanya mempraktekkan Islam dalam kehidupan harian mereka. Nah secara perlahan aku menemukan sesuatu yang lain dari Islam. Ini muncul murni dari hatiku, tanpa ada tekanan atau paksaan dari mereka untuk masuk Islam. Melihat perangai dan perilaku mereka pikiranku tentang Islam mulai berubah. Islam ternyata berbeda sama sekali dari yang pernah kudengar dan kubayangkan di masa lampau. Islam ternyata sangat toleran. Islam berarti kejujuran, keterbukaan, kasih sayang dan rasa damai. Yang bikin aku makin terkesan, ternyata orang-orang Islam punya kepedulian terhadap muslim lainnya,” tukas dia panjang lebar.

Apa yang telah diamati Abdul benar-benar membuat dia syok. Saban hari dia semakin termotivasi untuk “mengintip” kelakuan mahasiswa muslim di kampusnya. “Mereka bahkan tidak tahu aku sedang menjalankan misi seperti “spionase terhadap mereka.” Aku benar-benar ingin tahu tentang Islam. Makin hari makin membuncah saja. Kebencian kini justru berganti dengan keingintahuan. Sebab perangai dan tingkah laku mereka berbanding terbalik dengan prasangka dia akan Islam sebelumnya.

Perilaku ternyata lebih hebat daripada sejumlah kata-kata.
“Aku belajar dari mereka tentang perilaku yang benar sebagai seorang muslim. Hal ini jauh dari apa yang pernah kulihat selama di Perancis,” lanjut dia. Kurang dari setahun, Abdul telah belajar banyak hal. Alhasil, dia berani mengambil kesimpulan bahwa Islam itu ternyata amat mengagumkan. “Islam luar biasa!” aku Abdul.
“Pada tahap ini, tanpa sepengetahuan seorangpun, aku mulai mempelajari Islam secara serius. Aku segera mencari mushaf Al-Quran sebagai tahap awal mempelajari Islam.
Aku mencarinya ke masjid. Namun, untuk mendekat ke mesjid kala itu aku tak punya keberanian sama sekali. Aku takut ketahuan teman-temanku yang muslim. Entahlah aku sedikit tertekan kala itu. Tak tahu apa yang musti kulakukan,” aku Abdul.
Begitulah, yang namanya hidayah Alloh ada saja jalan yang tak diduga-duga oleh hamba-Nya. Seperti kasus Abdul ini, “tanda-tanda” dari Alloh mulai terlihat. “Satu hari aku sedang jalan menyusuri kota dan berharap bisa memperoleh Al-Quran. Entah bagaimana aku melewati satu kawasan dimana disana sedang ada pameran Islam,” kisahnya.
Abdul pun tak menyia-nyiakan peluang yang sudah di depan mata. Dia yakin disitu tak ada seorang pun yang kenal dengannya. Awalnya dia agak ragu-ragu namun karena rasa ingin tahu yang sudah membuncah dia pun memberanikan diri meminta sepotong mushaf Al-Quran beserta terjemahannya.

Selepas mendapatkan Al-Quran yang sekian lama dicari-carinya diapun bersegera pulang ke rumah dan langsung mempelajarinya. “Sedikit demi sedikit aku bisa tahu apa itu Islam. Aku ingin Islam hadir karena usahaku sendiri dan bukan karena paksaan atau tekanan orang lain. Aku juga tidak suka adu argumentasi atau berdebat. Aku hanya ingin menemukan jawaban apa itu Islam. Aku benar-benar ingin tahu,” tegas dia.
“Beberapa hari berselang, persis selepas aku memperoleh Al-Quran, bulan suci Ramadhan tiba. Muncul ide yang kuanggap “gila” kala itu. Aku mau coba berpuasa, kendati belum jadi muslim! Tak hanya itu selama bulan Ramadhan kuhabiskan waktu setiap hari dengan mempelajari Al-Quran,” tutur Abdul.

“Alloh akhirnya membuka pintu hatiku. Satu ketika di tengah malam, persis di pertengahan Ramadhan, aku merasakan betapa indahnya Islam itu. Pengajarannya begitu mengagumkan dan penuh makna. Simpel tapi mendasar, dan yang terpenting lagi rasional, mudah dipahami. Ini yang begitu membuatku terkesima, aku sama sekali tidak merasa takut untuk menjadi seorang muslim.

Mungkin karena hal ini benar-benar datang dari hati nuraniku sendiri, bukan karena paksaan,” tegas Abdul lagi
Begitulah, akhirnya pada 30 Maret 1997, Abdul mengikrarkan syahadahnya. Prosesi singkat itu berlangsung di kamarnya. Sendirian tanpa ada yang menjadi saksi. “Kala itu, aku ingin shalat tapi belum tahu bagaimana caranya. Gerakan-gerakannya aku tahu, tapi apa yang harus dibaca itu yang aku masih belum tahu. Namun shalat tetap kulakukan sebisa mungkin lima kali sehari. Tak berapa lama berselang Abdul pun melakukan prosesi syahadah secara formal di mesjid, di depan para saksi. Dan, saat ini aku dengan bangga sudah dapat menunjuk diri sebagai seorang muslim. Allohu Akbar!, pekiknya gembira.

”Aku berharap banyak orang bisa menjadikan kisahku ini sebagai bahan pelajaran. Baik itu untuk yang muslim maupun bukan. Oya jika ada yang mau tanya-tanya atau silaturrahmi silahkan kirim lewat email saja. Insya Alloh aku akan balas,” harap dia..
Abdul mengaku menaruh rasa kagum akan Inggris yang modern, dinamis, nyaman, dan semuanya serba teratur dan terorganisir dengan rapi. “Aku tinggal di kota Sheffield untuk studi Teknik Kimia selama 4 tahun. Selepas studi aku berencana untuk mencari pengalaman kerja disini,” kata dia.

Menariknya, di tahun terakhir, Abdul bertemu dengan seorang wanita asal Brunei yang juga sedang studi di sana. Di kemudian hari perempuan Melayu itu pun menjadi pendamping hidupnya. “Muslimah asal Brunei itu kunikahi persis disaat aku menyelesaikan studiku. Tepatnya, tanggal 20 Juni 1997. Setahun kemudian rumah kami makin semarak dengan kehadiran buah hati kami seorang anak perempuan mungil dan lucu, imbuhnya gembira.
Setelah itu mereka memutuskan pindah ke Brunei. Mereka telah berniat untuk tinggal menetap di negeri yang juga salah satu negeri muslim kaya di dunia. “Kami ingin agar putri semata wayang kami bisa besar dan tumbuh di dalam lingkungan Islami,” kilah Abdul memberi alasan kepindahannya. Dan, Maret 2000 kebahagiaan makin lengkap dengan kelahiran putri kedua mereka.

“Saat ini, baik aku dan istriku, belum ada pekerjaan yang tetap lagi. Namun aku sangat yakin dengan khazanah Alloh. Jika Dia menghendaki sesuatu terjadi, maka dengan mudah hal itu segera terjadi. Sebaliknya jika Alloh tidak menginginkan sesuatu terjadi, maka juga tidak akan terjadi. Aku akan terus berusaha sembari berdoa. Semua kuserahkan kepada-Nya untuk memutuskan..Hanya kepada Alloh kita meletakkan segala harapan dan mohon pertolongan. Aku meyakini bahwa tiada Tuhan selain Alloh dan Nabi Muhammad utusan Alloh,” pungkas Abdul mantap dan penuh keyakinan.

diambil dari berbagai sumber



Tidak ada komentar:

Posting Komentar